keluaran 5d

2024-10-09 04:14:55  Source:keluaran 5d   

keluaran 5d,buku mimpi 2d 69,keluaran 5dJakarta, CNN Indonesia--

Setelah hanya melihat Kumar selama beberapa tahun di media sosial, akhirnya saya merasakan sendiri bagaimana tertawa hingga pegal saat menyaksikan stand up comedianSingapura tersebut secara langsung.

Kumar datang untuk kesekian kalinya di Jakarta untuk menggelar pertunjukan tunggalnya. Kali ini ia datang lewat tur bertajuk Kumar: Beats, Rhymes, & Punchlines, yang digelar di The Kasablanka Hall pada Jumat (13/9) malam.

Lihat Juga :
Review Film: Maharaja

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun Kumar membuktikan dirinya patut menyandang salah satu stand up comedian icondi Asia Tenggara. Ia mampu merangkul berbagai latar budaya dan kehidupan warga Asia Tenggara atau mungkin bisa disebut 'SEAn value' menjadi sebuah pertunjukan yang sebenarnya cukup provokatif, tetapi tak perlu bikin orang sakit hati.

Di tengah hall yang gelap dan tawa yang terus membahana, saya menyadari Kumar membantu banyak orang Asia Tenggara menertawakan kehidupannya sendiri sebagai bentuk pelampiasan emosi yang positif, alih-alih menggerutu mengutuk keadaan.

[Gambas:Video CNN]



Saya terkesan Kumar cukup banyak mengetahui berbagai sejumlah masalah sosial dan politik di Indonesia. Bahkan, ia tak sungkan 'menyuarakan' apa yang dirasakan banyak orang Indonesia tanpa terkesan tendensius dan jatuh ke ranah politik.

Karena tetap saja, terkadang kritikan-kritikan sosial bisa terasa begitu tendensius dan jatuh ke ranah politik yang sangat berisiko bila tak disampaikan dengan cara yang tepat. Bagi saya selama ini, baru grup Warkop DKI yang mampu menyampaikan kritik tanpa harus menjadi keributan.

Cara Kumar menyajikan materi memang tak jauh berbeda dengan komika-komika yang pernah saya lihat. Tetap ada pembabakan, konsep materi, bla bla bla. Namun yang saya rasakan perbedaannya adalah, Kumar membawakan materi tanpa terlihat ada naskah di balik itu semua.

Lihat Juga :
LAPORAN INTERAKTIFGantian Indro Dong

Kumar seperti seorang sahabat yang sudah kita kenal akrab dan tak bersua sejak lama, dan kemudian bertemu lalu menceritakan apa yang terjadi selama masa tak berjumpa. Rasanya seperti bergibah, seru dan seringkali lupa waktu.

Hal lain yang mungkin membuat tiga ribu orang rela memilih Kumar alih-alih Bruno Mars malam itu adalah karena dengan Kumar, apa pun latar belakang dan identitas penonton, semua diterima.

Kumar tak pernah tertutup dengan identitas dirinya, begitu juga dengan pengalaman-pengalaman 'jaw dropping' yang suka ia ceritakan di atas panggung. Namun Kumar juga mengenal batasan sehingga tidak terkesan oversharingapalagi sampai cringe.

Lihat Juga :
Ulasan TeaterMalang dan Asa Kaum Miskin di 'J.J Sampah-Sampah Kota'

Satu momen yang sangat saya apresiasi pada malam itu adalah saat Kumar mengisahkan soal anjing serta anak angkatnya. Bagi saya, cerita personal itu begitu hangat terasa, persis seperti saat sesi gibah dengan sahabat berubah menjadi curhat dari hati ke hati.

Apalagi ketika Kumar memberikan sejumlah petuah untuk penonton, terutama terkait kesejahteraan diri dan mental. Pesan Kumar untuk lebih menikmati dan bersyukur akan momen saat ini alih-alih menyesali masa lalu dan mengkhawatirkan masa depan, rasanya saat relate untuk kondisi serba tak pasti seperti saat ini.

Selain itu, hal yang saya rasa membuat pengalaman menyaksikan Kumar bercerita itu terasa lebih menyenangkan adalah melihat usahanya dan etos kerjanya sebagai seorang entertainer.

[Gambas:Instagram]

56 tahun jelas bukan usia muda untuk Kumar. Namun dirinya masih siap untuk menari mengikuti koreografi, gonta-ganti kostum dalam hitungan detik, lari sana-sini di atas panggung, hingga ikut lip-sync dengan lagu hip-hop yang menjadi tema tur kali ini.

Apalagi pada malam itu, Kumar memang terlihat sedikit flu yang terlihat dirinya sesekali akan batuk. Namun yang saya salut, ia tetap tampil bahkan tidak mengeluhkan kondisinya di atas panggung. Satu-satunya yang ia keluhkan cuma "paceklik" dalam hal kebutuhan orang dewasa.

Kumar juga tampak berusaha keep updengan perkembangan zaman. Terlihat dari materi soal Generasi Z dan Alpha yang jadi materi pembuka malam itu, sekaligus membuat penonton generasi milenial dan yang lebih tua bernostalgia dengan ikon-ikon pada masa mereka tumbuh.

[Gambas:Instagram]

Dari sana saya juga melihat, ternyata kehidupan warga Asia Tenggara tak beda-beda amat meski memiliki latar budaya, demografi, bahasa, agama, hingga komposisi ras yang berbeda. Kita semua mengalami telepon koin, kartu, pacaran dengan telepon di ruang keluarga, wartel, hingga rental CD dan ribet saat memutar pita kaset.

Penonton yang terdiri dari warga lokal Indonesia, hingga keturunan berbagai ras dan ekspatriat yang datang pada malam itu seolah-olah berasal dari kampung yang sama, mengalami periode dan fase yang sama, terkecuali untuk Generasi Z karena mereka tumbuh saat teknologi sudah maju.

Kumar sekali lagi menunjukkan, menjadi komika tidak harus pretensius, tidak harus menyinggung sana-sini hanya untuk lucu, apalagi oversharing. Kumar membuktikan, terlepas dari latar belakang hingga identitas yang berbeda, warga Asia Tenggara tetap beratap langit dan berdiri di planet yang sama.

[Gambas:Youtube]



(end/end)

Read more